Seberapa Serius Kita Menciptakan Kota Layak Anak?

Seberapa Serius Kita Menciptakan Kota Layak Anak?

Diskusi Kota Layak Anak – Yayasan Lentera Anak

“It takes a village to raise a child”,pribahasa Afrika.


Membesarkan seorang anak bukan hanya sebatas terpenuhinya sandang pangan dan papan belaka. Meski pemenuhan kebutuhan dasar tersebut memang harus ada tetapi masih banyak hal lain yang diperlukan untuk anak dapat bertumbuh dan berkembang secara maksimal. Menjadi anak-anak yang bahagia dan kelak menjadi manusia dewasa yang berkualitas.

Seperti pepatah Afrika di atas, membesarkan seorang anak membutuhkan peran serta seluruh desa. Ini menunjukkan bahwa lingkungan berperan penting dalam tumbuh kembang anak.

Hak-Hak Anak

Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini. Cara berpikir dan cara memandang dunia sekitarnya sangat berbeda dari cara orang dewasa memandang sebuah persoalan. Kondisi ini menempatkan seorang anak dalam posisi lemah. Membutuhkan orang-orang dewasa dalam keseluruhan proses pertumbuhannya.

Sebuah konvensi internasional telah mengatur hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan kultural anak-anak dalam bentuk Konvensi Hak Anak (KHA). Negara-negara yang meratifikasi konvensi internasional ini terikat untuk menjalankannya sesuai dengan hukum internasional. 

Ratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Pemerintah telah menetapkan peraturan dan undang-undang terkait ratifikasi Konvensi Hak Anak yaitu:
1.      Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
2.      Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
3.      Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang kesejahteraan anak, pengadilan anak, pekerja anak, penghapusan kekerasan terhadap anak, dan perdagangan anak.

​Konvensi Hak Anak memiliki 5 klaster substantif:

1) Hak sipil dan kebebasan. Setidaknya terdapat 3 hal yang harus dipenuhi, yaitu bahwa;
(a)​ Semua anak harus memiliki akta kelahiran.
(b)​ Meningkatkan akses anak terhadap informasi, dan di lain pihak perlu disertai upaya mencegah anak atas informasi yang tidak layak dikonsumsi terutama dari pengaruh negatif pornografi dan kekerasan.
(c)​ Meningkatkan partisipasi anak.

2) Lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif. Terdapat 3 hal penting, yaitu;
(a) Lingkungan keluarga yang aman dan nyaman bagi anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, termasuk penyediaan Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA) dan upaya penurunan perkawinan usia anak.
(b)​ Bagi anak-anak yang tidak memiliki orang tua (kandung atau pengganti), perlu diciptakan suatu pola pengasuhan alternatif yang berkualitas.
(c) Penyediaan lembaga konsultasi bagi keluarga dalam mendidik dan mengasuh anak, misalnya dalam bentuk Pusat Pembelajaran Keluarga (PPK).

3) Kesehatan dasar dan kesejahteraan, yang mengatur 3 (tiga) hal penting, yaitu;
(a)​ Memastikan setiap anak sehat dan bergizi baik.
(b)​ Anak tumbuh dan berkembang dalam kondisi kesejahteraan diri, keluarga, dan masyarakat di sekitarnya yang sejahtera.
(c) Menyediakan pelayanan ramah anak di lembaga-lembaga penyedia layanan kesehatan, terutama di Rumah Sakit dan Puskesmas.

4) Pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya, yang meliputi 2 hal penting, yaitu;
(a) Semua anak harus sekolah, sejalan dengan program Wajib Belajar 12 Tahun, disertai dengan perwujudan Sekolah Ramah Anak (SRA) serta penyediaan Rute Aman dan Selamat ke/dari Sekolah (RASS).
(b)​ Pemanfaatan waktu luang yang diperlukan anak karena anak juga harus beristirahat dan mengisi hari-harinya dengan hal-hal yang memang diminati dan positif, termasuk kegiatan budaya melalui pembentukan Ruang Kreatifitas Anak.

5) Perlindungan khusus anak, yang mencakup upaya-upaya yang harus dilakukan agar setiap anak tidak didiskriminasi dan tidak mengalami kekerasan selama hidupnya. Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada pasal 59 terdapat 15 anak yang dikategorikan anak yang memerlukan perlindungan khusus (AMPK), termasuk anak berkebutuhan khusus, anak penyandang disabilitas, anak pada situasi bencana, anak-anak marjinal, dan lain-lain.

Selain lima klaster substantif, KHA juga mengadopsi 4 prinsip:
1.      Non diskriminasi,
2.      kepentingan yang terbaik bagi anak,
3.      hak hidup kelangsungan dan perkembangan serta
4.      penghargaan terhadap pendapat anak.

Kelima klaster substantif ditambah 4 prinsip tersebut menjadi indikator bagi sebuah kota untuk mendapatkan predikat kota layak anak.

Kota Layak Anak (KLA)

Indikator KLA (sumber: kla.id)

Menciptakan sebuah kota layak anak membutuhkan kerja sama seluruh stake holder. Keluarga, lingkungan, pemerintah, LSM dan dunia usia. Penting bagi pemerintah di tingkat kota untuk berani bersikap menjadikan kotanya sebagai kota layak anak.

Penilaian kota layak anak tentu saja memiliki beberapa tingkatan sesuai cakupan yang telah dicapai oleh tiap-tiap kota/kabupaten.
Sejauh mana sebuah kota/kabupaten secara konsisten telah menerapkan berbagai aturan, melengkapi sarana dan prasarana serta payung hukum yang melindungi hak-hak anak akan mempengaruhi peringkat kota tersebut dalam penilaian sebagai kota layak anak.

Lihat Sekitar Kita

Diskusi Kota Layak Anak – Yayasan Lentera Anak

Diskusi Kota Layak Anak – Yayasan Lentera Anak

Sebuah diskusi dalam rangka memperingati hari anak Indonesia di kantor Yayasan Lentera Anak di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan tentang Kota/Kabupaten Layak Anak menjadi ajang yang penuh dengan inspirasi. Memberi pencerahan tentang kondisi kota-kota di Indonesia saat ini. Sudah seberapa serius pemerintah kota berupaya menciptakan kota layak anak. Fakta anak-anak di kota besar dan di kabupaten terpencil memiliki permasalahan yang berbeda. 

Menarik disimak bagaimana sebuah kabupaten/kota mendapatkan peringkat sebagai Kota Layak Anak. Indikator-indikator yang nampak secara jelas dan dapat dirasakan oleh masyarakat secara langsung.

Sudah bukan masanya kita bersikap masa bodoh dengan lingkungan sekitar. Terutama terakait lingkungan tempat tingal anak-anak. Di kota-kota besar seperti Jakarta menciptakan sebuah kota layak anak bukanlah hal mudah. 

Pemerintah kota harus berupaya dengan sangat keras dan konsisten untuk menciptakan lingkungan yang aman. Sementara kita tahu beberapa titik merupakan wilayah yang rawan dengan tingkat kriminalitas tinggi. Lingkungan yang tidak kondusif bagi anak untuk bertumbuh.
Meskipun dalam hal pendidikan dan kesehatan pemerintah kota telah memiliki kebijakan yang pro anak dengan pendidikan gratis 12 tahun serta adanya kartu Jakarta Pintar yang membantu biaya operasional anak dalam menempuh pendidikan. Namun urbanisasi  yang menyebabkan heterogenitas dalam masyarakat seringkali menciptakan celah-celah kesenjangan dalam area sosial dan ekonomi. 

Kehidupan di kota besar memiliki dampak negatif bagi orang dewasa sekalipun terlebih pada anak yang seharusnya senantiasa merasa aman dan terlindungi. Faktanya hal itu tak selalu bisa berjalan sesuai harapan.
Paparan iklan rokok dan pornografi, kekerasan serta tenaga kerja anak di sektor informal masih menjadi halangan untuk mendapatkan peringkat tertinggi dalam kategori Kota Layak Anak.
Mari lihat sekitar kita, sudah seberapa serius kita berusaha menciptakan sebuah kota layak anak? Seberapa besar peran serta kita sebagai individu, bagian dari keluarga dan bagian dari masyarakat dalam menciptakan kota yang ramah pada anak dan mendukung tumbuh kembang anak sesuai fitrahnya?
Setiap anak memiliki hak yang sama dan setara. Maka, hambatan sosial dan ekonomi sudah selayaknya tidak menghalangi seorang anak dari hak-haknya. Disinilah peran pemerintah diperlukan sebagai regulator yang mengatur dan membuat kebijakan ramah anak. LSM dan industri dituntut untuk saling mendukung terciptanya sebuah kota layak anak. Dimana anak bisa merasa aman, nyaman dan bahagia dalam menjalani kehidupan ini. Menikmati hak mendapat pendidikan dan bertumbuh kembang dalam suasana damai.

Anak Indonesia yang tumbuh sehat jasmani dan rohani serta bahagia adalah gambaran masa depan bangsa. Di tangan merekalah kita menitipkan diri di hari tua nanti, maka mulai sekarang sudah selayaknya kita berusaha semaksimal mungkin memberi ruang dan dukungan terbaik bagi anak-anak.

Selamat Hari Anak Nasional untu anak-anak Indonesia.

Salam,

Eka Murti

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.